Minggu, 22 April 2012

“PERMUKAAN” Si Istri Idaman

"...Nthan.." itu nama seorang sahabat di kontak handphone yang gue telfon malem ini, alay emang, nama aslinya si Intan, sahabat gue sejak SMP dulu. Ngga serius niatnya, Cuma pengen nyari temen ngobrol aja. Ngga taunya, dari pembicaraan ini gue tau sesuatu. Sesuatu yang bikin kaget, lucu, Miris, tapi juga bikin sedih. Dia cerita tentang gadis yang selama sebulan ini bisa dibilang cukup berpengaruh di hari- hari gue. Gadis yang awalnya gue puja sebagai seorang istri idaman, yang sholehah, baik, perhatian, dan selalu berusaha melakukan sesuatu dengan dasar agama. Ternyata, ada yang ngga kelihatan, terbias sisi terangnya yang selama ini gue tangkap. Seperti permukaan sebuah benda dalam suatu ruangan yang diterangi cahaya. Dari satu sisi dia terlihat cerah dan jelas, tapi dari sisi lain, dia terlihat tidak jelas karena tertutup bayangan gelapnya.

Semua permukaan di sisi gelap ini akan terlihat jika kita mendekat dan lebih peka dalam memperhatikan si benda. Seperti yang gue lakukan sekarang. Memikirkan apa kata- kata sahabat gue tadi.

Ini yang bikin gue kaget, si Intan ini cerita tentang seorang gadis, yang pintar memutar balikan sudut pandang sebuah cerita. Dari sebuah cerita yang seharusnya menceritakan kehidupan superhero yang mengalahkan lawannya, menjadi cerita yang berisi superhero yang seolah meminta bantuan kepada lawannya untuk menjadi jahat. Akibatnya, sang penyimak akan berpikir bahwa si penjahat bagaikan malaikat yang telah membantu superhero. Kenapa penjahat disebut malaikat? Karena setiap “sesuatu” pasti punya sisi gelap dan sisi terangnya kan? Walaupun penjahat, tapi masi mempunyai itikad membantu sesamanya, makannya disebut malaikat. Sedangkan si superhero akan di cemooh karena telah menjadi jahat. Itu cuma analogi aja, intinya, orang ini pinter. Dan kepintarannya ngga gue perhitungkan sampai sejauh ini. Karena memang gue tidak pernah berpikir dia bisa melakukan hal ini dengan begitu mudahnya. Pinter kan?

Awal kedekatan gue ama si istri idaman ini bermula dari situs jejaring sosial yang menghubungkan kami. Memang, situs jejaring sosial ini benar- benar menghubungkan orang- orang diseluruh dunia, mulai dari keluarga, teman SD, teman SMP, atau malah teman TK? Semua bisa di pertemukan, Cuma koruptor dan mafia hukum aja yang ngga ditemuin disini, kalo bisa ketemu, harusnya korupsi sudah diberantas kan? Tapi ngga juga ding, walau ketemu kan belum tentu yang nemu ngga di-poke pake “bonus”, hehehehe. Kembali ke si gadis tadi, awalnya Kami saling berkomentar di setiap status yang dibuat masing- masing, yang menurut kami menarik. Selanjutnya dia mulai ngirim sms. Kok tau nomer handphone gue? Soalnya saya mencantumkannya di halaman info profil situs gue, biar mudah dihubungi jika ada yang penting. Karena gue memakai situs ini buat jualan juga tadinya.

Seperti cerita cinta klasik yang sering gue temuin. Di sinetron, film, sampai iklan permen. Yang intinya dari sms itu kami seolah sudah lama kenal dan langsung akrab hanya dengan waktu beberapa minggu. Sampai akhirnya kami mulai membicarakan hal- hal yang berkaitan dengan tujuan kita ber-sms ini apa sih? Kalau kata group band lokal sih gini; “mau dibwa kemana, hubungan kita??”. Dan dengan Pedenya , dia meminta keseriusan gue dalam hubungan kita nanti.

Bermodal sudut pandang gue yang serba positif tentang dia, gue pun dengan tegasnya menjawab “oke, aku serius. Asal kamu yakin”. Dari sini masalah muncul. Dari syarat yang gue ajukan, “asal kamu yakin”. Apa dia yakin? Dia jawab yakin, tapi hanya beberapa hari aja jawaban itu berlaku. Beberapa permukaan gelapnya mulai muncul, mulai dari sang mantannya yang masih mengejar- ngejar dia. Entah mantan, atau pacar yang disembunyikan dan diaku sebagai mantan?? Jika memang mantan, buat apa si mantan sampai menggertak gue? Dan kalau memang sudah jadi mantan dan berniat meneruskan hubungan dengan gue, kenapa balikan lagi? Padahal dari cerita yang si gadis ungkapkan tentang si mantan, sudah cukup banyak alasan buat ngga balik ke si mantan itu. Kecuali cerita itu fiktif, dan si mantan memang belum jadi mantan. Selanjutnya orang tua yang agak berat katanya. Kalau memang orang tua ngga setuju, ya udah, gue terima. Ngga usah di lanjut, cukup teman aja, Tapi kok ya masih di pegang terus sih tangan gue? Dan dari caranya memegang tadi udah ngga bisa dibilang temen biasa. Dan sekarang malah melibatkan mantan gue yang lain. Katanya ngga sreg ama mantan gue itu. Padahal, gue tidak pernah punya mantan yang berinisial yang dia maksud. Untuk sisi gelap yang terahir tadi gue dapet dari sahabat gue barusan. Yang kebetulan punya teman yang juga teman si gadis ini. Kelihatan kan? Kata yakin yang dia ucapkan tadi  pun expired, alias habis masa berlakunya. Berubah jadi jawaban- jawaban yang ngga jelas arahnya kemana. Yang selalu berubah setiap waktunya menjadi jawaban lain. Jawaban yang terkesan mencari alasan dan lari dari masalah tanpa ingin disalahkan. Yang kadang melambungkan gue melayang karena senang, tapi lalu menjatuhkan gue ke tanah. Sampai hancur seperti pesawat CASA 212 yang jatuh di bukit barisan. Dihempas ke tanah sampai hancur berkeping- keping beserta isinya.

Cerita lain yang saya dapat tambah bikin mual. Si gadis mengaku kalau gue yang mengajak berkenalan dan memulai menghubungi dia. Dia juga mengaku kalau gue yang mengejar- ngejar dia. Padahal aslinya? Ya kebalikannya dong. Yang sms duluan dia. Yang terus menghubungi trus mancing supaya gue ngga pergi walaupun gue tau dia masih mengharapkan mantan juga dia. Padahal gue udah pernah bilang untuk jangan membuat hubungan ama gue kalau masih ada hubungan dengan orang lain. Tapi dia tetap kekeuh tidak mau lepasin gue. Bahkan sampai sekarang, saat dia sudah kembali ke mantannya. Untuk ukuran seorang yang sudah dewasa, apa lagi wanita, seharusnya dia lebih peka. Peka kalau dengan kembalinya dia ke mantannya itu sudah cukup membuat gue sakit hati. Tapi ini kok seolah- olah tidak ada perasaan bersalah sedikitpun? Aneh. Atau karena sudah terbiasa?

Memang rasa kurang sreg udah gue rasain sejak pertemuan kami yang pertama. Secara langsung dirumahnya. Saat itu gue ngerasa ada yang ngga klop, mungkin lebih ke feeling yang tidak enak. Tapi waktu itu gue masih belum tau, ‘apa yang kurang? Ada yang salah, tapi apa?’. Karena tidak yakin itulah, gue tetap melanjutkan berhubungan dengan dia. Saat itu gue masih belum memperhatikan permukaan di sisi gelapnya, mungkin karena masih bediri terlalu jauh dan lebih tertarik memperhatikan sisi terangnya yang lebih menarik, dan sesuai dengan impian gue. Tapi sekarang, sisi gelap itu sudah mulai mencuri perhatian untuk diperhatikan lebih lanjut. Tidah hanya mencuri perhatian, tapi memang sudah diperhatikan dan memang tidak seindah permukaan disisi terang. Seperti batang pohon, bagian yang selalu disinari matahari akan lebih bersih dari pada begian yang selalu gelap. Lembab dan berlumut. Kotor.

 Rasa kurang sreg berubah jadi rasa kecewa dan sedikit ilfeel ketika pergi berdua. Untuk gadis berkerudung yang gue idam-idamkan sebagai istri idaman, apakah wajar membonceng seorang pria yang baru dikenalnya selama kurang lebih satu bulan, dan bahkan baru bertemu langsung beberapa kali dengan posisi mendekap rapat seperti anak monyet memeluk induknya saat dibawa bergelantungan di pohon? Mungkin untuk beberapa orang wajar, tapi menurut saya pribadi, itu sudah tidak wajar. Ditambah cara berpakaiannya yang serba ketat dan tipis, sampai- sampai pakaian dalamnya terukir jelas. Kenapa gue tau? Karena gue melihat. Gue tuh seorang laki-laki tulen dan manusiawi. Gue ga munafik, gue juga tertarik dengan yang seperti itu, bahkan gue juga sedikit senang bawa gadis yang memeluk erat dari jok penumpang motor gue. Tapi saat itu lain rasanya, masalahnya waktu itu gue sangat membayangkan dia sebagai gadis yang tidak biasa dari gadis lainnya yang gue temui, dia sebagai seseorang yang gue idamkan untuk mengingatkan gue selalu beribadah ketika gue lupa kelak. Dan impian itu seperti hilang begitu aja, digantikan kesenangan sesaat yang benar- benar sangat sesaat. Kesenangan yang berahir pahit bagi gue.

Dari situlah gue mulai sadar, kalau dia tidak seindah impian gue, tidak seindah yang gue baca dan gue dengar lewat telefon genggam, baik melalui sms maupun obrolan telefon. Dan sejak saat itu pula gue mulai menjaga jarak, mulai bisa dibilang menjauhi. Ditambah kenyataan kalau dia kembali ke mantan pacarnya (atau pacar yang disembunyikan?, gue ngga tau). Saat itu gue marah dan sakit hati. Tapi gue sadar, sakit hati, dendam, amarah ngga akan membuat situasi berubah. Yang ada malah akan membuat sesuatu itu menjadi lebih rumit. Apa lagi sampai sekarang dia masih terus menghubungi gue, walaupun dari gue selalu sama respon-nya. Memang pantang menyerah gadis ini, entah pantang menyerah atau tidak tau malu? Sedikit kasar memang, tapi memang begitu keadaannya. Tambah rumit.

Sekarang semua bingung dengan maksud dari semua yang dia lakukan sampai sekarang. Gue bingung, teman gue bingung, dan bahkan mungkin pacarnya pun bingung. Seperti seorang pemain film yang sedang ber-akting disinetron- sinetron jaman sekarang. Dengan santainya dia memainkan dua peran. Didepan gue sebagai seorang gadis yang serba salah dalam menentukan pilihan, sedangkan dibelakang gue menjadi seorang gadis yang dikejar- kejar oleh penggemarnya. Dibelakang gue, dia membalikan semua yang dia lakukan terhadap gue, seolah gue yang ngelakuin hal-hal itu ke dia. Agar terkesan kedekatan kami yang tidak jelas ini gue yang mulai, gue yang mempertahankan, gue yang menginginkan. Kalau menginginkan mungkin ya, tapi dulu, saat dia masih menjadi “si istri idaman” gue. Untuk saat ini, mungkin untuk saling menjaga komunikasi gue masih sanggup. Tapi hanya sebatas silaturahmi aja, tidak lebih. Karena menurut gue tidak ada alasan untuk ngga memaafkan orang yang uda nyakitin gue, tapi ada satu alasan jelas untuk ngga mempercayainya lagi.

Ahir oktober ini dia akan berkunjung ke yogyakarta, tempat gue berdomisili saat ini. Entah apa tujuannya, yang jelas rencara kedatangannya sudah direncanakan sejak kami dekat. Dia ngga sadar kalau gue tau semuanya. Dan gue akan membuka semuanya, meminta penjelasan atas semua yang dia lakukan saat kami bertemu nanti. gue harap semuanya bisa selesai tanpa harus menyisakan amarah ataupun dendam di hati kami masing- masing. Gue masih menghargainya, maka dari itu gue memberinya kesempatan untuk meluruskan semua yang gue ngga tau. Karena walau bagaimanapun dia pernah menjadi idaman buat gue. Dan berbekal semua yang gue tau hari ini, gue ngga akan dengan mudah percaya kata-katanya kaya dulu.
Yogyakarta, 5 okt 2011
(FS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar