Minggu, 22 April 2012

Got a Prison Break


Aku suka banget sama film serial Prison Break. Itu lho, film yang berkisah tentang seorang anak muda yang  sengaja berbuat kejahatan agar dijebloskan ke penjara. Sebelumnya, dia merajah tubuhnya dengan tato bergambar blue print bangunan penjara, buat bekalnya kelak untuk meloloskan diri. Ia sendiri punya misi, yaitu menyelamatkan kakaknya yang dipenjara, hasil konspirasi dan permufakatan jahat para politisi dan pejabat di USA terkait kasus pembunuhan.
       Dari film itulah aku punya persepsi bahwa yang namanya penjara itu adalah tempatnya orang-orang jahat, akrab sama kekerasan, mukanya pada seram dan ngeri, pokoknya kesannya angker banget deh. Walau ada juga sih yang jadi korban ketidakadilan!
        Tetapi, konsep itu runtuh seketika, saat hari Kamis, 26 Mei 2011 yang silam, aku diajak temanku untuk ikutan acara konseling di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Jogja. Waktu kami datang, kami disambut dengan sangat ramah oleh para petugas LP. Setibanya di kapel, tempat pertemuan, aku berjumpa dan berkenalan dengan para narapidana. Alamak, mereka menyapaku, rasanya hangat dan damai banget. Gila, kok ga kayak yang aku bayangin sebelumnya yak?! Kok beda sama yang ada di film Prison Break?
         Ada satu bapak, sebut aja namanya Pak Koko. Dia angkat bicara soal masa lalunya. Dia berkobar cerita, kalo dia dulunya tuh perampok. “Aku dulu perampok, punya banyak uang, banyak wanita yang takluk sama aku. Itu dulu! Liat aku sekarang, sudah tua, pincang pula (sambil menunjukkan kaki kanannya yang pernah ditembak). Sekarang aku gak bisa bebas kayak dulu. Ya, beginilah aku hidup di penjara di sisa hidupku” Aku salut karena dia open! Apalagi dia sudah menyadari kesalahannya. Malah jadi inspirasi buat aku.
        Aku jadi menemukan arti kebebasan yang sejati. Jujur aja, aku paling anti sama peraturan. Bahkan aku punya jargon,”Peraturan itu dibuat untuk dilanggar!” Nah lho, ekstrim banget kan? Hehe. Aku pingin punya kebebasan yang sebebas-bebasnya, tanpa ada tekanan! Tapi, setelah 'masuk' ke penjara dan melihat sendiri kehidupan para narapidana dengan segudang aturan yang mengikat. Aku jadi bersyukur, peraturan di sekelilingku enggak seberat yang mereka jalani. Sebelumnya, aku merasa menjadi pribadi yang bebas “dari” segala macam hal, tetapi lama-lama aku jadi mikir, aku tuh bebas “untuk' apa? Kalo aku sering bolos kuliah, apa itu yang namanya aplikasi dari kebebasan? Kalo aku megang uang banyak, apa aku bebas foya-foya? Apa faedahnya menjalani kebebasan macam itu? Bak seorang filsuf, aku pun melontarkan sejuta pertanyaan filosofis dalam pikiranku.Hahaha
        Ketika acara mau diakhiri, setiap orang yang hadir, baik napi, petugas LP,tim pendamping konseling dan para tamu dikasih kesempatan untuk menyampaikan doa secara spontan. Aku terenyuh luluh, saat ada ibu yang berdoa buat anaknya yang akan menjalani ujian semester. “Berkatilah ya Tuhan, anak kami yang akan ujian semester, semoga mereka semangat dan dapat mengerjakan soal ujian dengan baik. Maaf kami tidak bisa menemani.” doa ibu itu dengan suara lirih sambil menitikkan air mata. Aku jadi ingat seorang pastor pernah berkotbah, “Doa yang sakti itu datang dari hati dan disucikan oleh air mata”. Aku yakin doa ibu itu pasti didengar dan dikabulkan oleh Tuhan.

       Speaking of  berdoa, gara-gara ibu itu, aku ngerasa ditampar bolak-balik di pipi. Biasanya aku doa ya buat keuntungan aku sendiri. Masak bodo sama nasib orang lain. Aku suka bilang,"Itu derita loe, sob, jadi loe jalanin aja lah!". Aku selalu ngotot supaya doaku dikabulin. Tapi, ya astaga! Itu ibu didalam penjara, bukannya doa supaya cepat dibebasin, eh malah doain anaknya. Padahal belum tentu anaknya doain ibunya. Logikaku kayak diputarbalikkan, yang tadinya rada miring jadi lumayan lempeng nih.
       Sepulangnya dari LP, aku santai di kamar sambil dengerin lagu rancaknya Bondan Prakoso feat. Fade to Black yang bertitel “Waktu”. Sepenggal lirik menyentakku yang lagi in de hoy,”..ini semua tentang edukasi, yang tak kau dapat dari sekolah ataupun skripsi..” Wah, emang bener pengalaman itu udah merubah image, persepsi dan prasangka burukku tentang kehidupan di penjara. Jadi ternyata selama ini, pikiranku itulah yang sebenarnya "terpenjara", karena gak paham arti kebebasan sejati dan gak memahami makna sebenarnya tentang gimana orang-orang di penjara menjalani hidupnya. Thanks God. It feels like I got a “Prison Break” in my mind.
      Simbol yin dan yang  mengingatkan kita bahwa, dalam putih ada setitik hitam, tetapi dalam hitam pun juga pastilah ada setitik putih. Begitu pula didalam hidup ini, enggak ada orang yang 100% suci, sama juga kayak orang tuh enggak ada yang 100% jahat. Orang-orang di penjara tetaplah manusia yang pantas dihormati dan dihargai dan layak diberi kesempatan untuk membuka lembaran hidup yang baru demi memperbaiki hidupnya. Aku pun menjalani hidupku dengan semangat kebebasan yang baru. Aku menaati peraturan yang ada, karena aku punya kebebasan untuk menaatinya dan bukan karena paksaan! Di jalan aku patuh sama peraturan lalu lintas, walaupun enggak ada polisi dan aku janji enggak akan ada lagi presensi kuliah yang bolong atau di kasih strip lagi. Aku merasa bebas dan penuh suka cita!
Written by swaragama writting competition winner

Tidak ada komentar:

Posting Komentar