Mimpi adalah
kunci untuk kita menaklukkan dunia, berlarilah tanpa lelah sampai engkau
meraihnya. Sekolah dasarku akan ditutup,
begitu kabar yang terkahir ku dengar. Berita itu membawaku kembali ke masa
delapan tahun silam. Sebelas anak dari pelosok desa yang mempunyai mimpi mimpi
besar. Mimpi itu berasal dari “gedung mewah”, kebanggan kami.
Laskar pelangi
takkan terikat waktu, bebaskan mimpimu di angkasa, warna bintang di jiwa.
Delapan tahun yang lalu. Kami adalah siswa sekolah muhammadiyah di pelosok barat
kaupaten Sleman. Jumlah siswa di kelas kami hanya sebelas orang. SD
Muhammadiyah Suronandan, bangunan yang tidak bisa dikatakan besar itu berada di
pinggir jalan, disamping sebuah masjid dan ketika sekolah sekolah lain sudah
berpagar beton sedangkan sekolah kami masih dipagari sawah-sawah milik warga.
Itulah gambaran “gedung mewah” kami, kebanggaan kami. Tempat aku dan
teman-temanku belajar mengeja huruf demi huruf, belajar menghitung angka mulai
dari satuan, puluhan hingga ratusan. Kami mengumpulkan puzzle cita-cita yang
akan kami rangkai menjadi gambar kesuksesan yang indah. Dan yang terpenting aku
bisa belajar tentang kehidupan bersama mereka di “gedung mewah” itu.
Menarilah dan
terus tertawa walau dunia tak seindah surga bersyukurlah pada Yang Kuasa cinta
kita di dunia selamanya. ketika musim hujan tiba, atap kelas selalu saja ada
yang bocor, dan kegiatan belajar mengajar pun sedikit terganggu. Akan tetapi
kami tetap semngat untuk menimba ilmu. Dan ketika kami akan mengikuti pelajaran
olahraga, kami harus berjalan kaki kurang lebih selama tiga puluh menit. Yaa,
“gedung mewah” itu tidak dilengkapi dengan halaman yang luas yang memungkinkan
murid muridnya bisa berolahraga disana. Dengan senang hati kami rela jalan kaki
dan sepanjang perjalanan selalu diisi dengan gurauan gurauan yang membuat
ikatan batin diantara kami semakain erat. Selain itu, suasana ngaji bersama
setiap rabu pagi, rutinitas sholat dhuha berjamaah setiap jam istirahat pertama
dan momen sholat dhuhur berjamaah setiap siangnya mampu mendekatkan kami kepada
Allah untuk selalu bersyukur dalam keadaan apapun.
Cinta kepada
hidup memberikan senyuman abadi walau hidup kadang tak adil tapi cinta lengkapi
kita. Sebelum jam tujuh pagi, kami harus merebus air dan membuatkan teh manis
untuk pahlawan pahlawan kami. Setiap yang giliran piket mendapat jatah minta
air mentah ke rumah warga terdekat dengan ceret yang sudah menghitam dan bocor
lalu merebusnya dengan kompor minyak yang sumbunya sudah tumpul sehingga kami
kesulitan untuk menyalakan kompor itu. Tidak cukup sampai disitu saja, kami
juga harus menyapu halaman sekolah, kantor guru dan ruang kelas kami. Setiap
hari pula, kami rela berdesakdesakkan berebutan untuk mencium tangan pahlawan
pahlawan kami. Menyambut mereka dengan salam , senyum, dan membawakan tas
pahlawan kami ke kantor guru. Kami bangga punya guru guru hebat seperti mereka.
Laskar pelangi
takkan terikat waktu jangan berhenti mewarnai jutaan mimpi di bumi. Jangan
pernah remehkan “gedung mewah” itu dengan segala keterbatasan kami. Kami sering
menjuarai kompetisi kompestisi di tingkat kecamatan , kabupaten, dan bahkan
propinsi di masa itu dan mengalahkan sekolah sekolah yang mempunyai fasilitas
yang jauh lebih baik. Dengan keterbatasan, kami bisa berkarya. Dengan
keterbatasan, kami bisa berprestasi. Keterbatasn tidak akan pernah menjadi
batasan untuk mewujudkan mimpi kami. Semua berawal dari “gedung mewah” itu… .
Written by. Swaragama writing competition winer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar