Minggu, 22 April 2012

im possible


Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia, berlarilah tanpa lelah sampai engkau meraihnya.  Sekolah dasarku akan ditutup, begitu kabar yang terkahir ku dengar. Berita itu membawaku kembali ke masa delapan tahun silam. Sebelas anak dari pelosok desa yang mempunyai mimpi mimpi besar. Mimpi itu berasal dari “gedung mewah”, kebanggan kami.
Laskar pelangi takkan terikat waktu, bebaskan mimpimu di angkasa, warna bintang di jiwa. Delapan tahun yang lalu. Kami adalah siswa sekolah muhammadiyah di pelosok barat kaupaten Sleman. Jumlah siswa di kelas kami hanya sebelas orang. SD Muhammadiyah Suronandan, bangunan yang tidak bisa dikatakan besar itu berada di pinggir jalan, disamping sebuah masjid dan ketika sekolah sekolah lain sudah berpagar beton sedangkan sekolah kami masih dipagari sawah-sawah milik warga. Itulah gambaran “gedung mewah” kami, kebanggaan kami. Tempat aku dan teman-temanku belajar mengeja huruf demi huruf, belajar menghitung angka mulai dari satuan, puluhan hingga ratusan. Kami mengumpulkan puzzle cita-cita yang akan kami rangkai menjadi gambar kesuksesan yang indah. Dan yang terpenting aku bisa belajar tentang kehidupan bersama mereka di “gedung mewah” itu.
Menarilah dan terus tertawa walau dunia tak seindah surga bersyukurlah pada Yang Kuasa cinta kita di dunia selamanya. ketika musim hujan tiba, atap kelas selalu saja ada yang bocor, dan kegiatan belajar mengajar pun sedikit terganggu. Akan tetapi kami tetap semngat untuk menimba ilmu. Dan ketika kami akan mengikuti pelajaran olahraga, kami harus berjalan kaki kurang lebih selama tiga puluh menit. Yaa, “gedung mewah” itu tidak dilengkapi dengan halaman yang luas yang memungkinkan murid muridnya bisa berolahraga disana. Dengan senang hati kami rela jalan kaki dan sepanjang perjalanan selalu diisi dengan gurauan gurauan yang membuat ikatan batin diantara kami semakain erat. Selain itu, suasana ngaji bersama setiap rabu pagi, rutinitas sholat dhuha berjamaah setiap jam istirahat pertama dan momen sholat dhuhur berjamaah setiap siangnya mampu mendekatkan kami kepada Allah untuk selalu bersyukur dalam keadaan apapun.
Cinta kepada hidup memberikan senyuman abadi walau hidup kadang tak adil tapi cinta lengkapi kita. Sebelum jam tujuh pagi, kami harus merebus air dan membuatkan teh manis untuk pahlawan pahlawan kami. Setiap yang giliran piket mendapat jatah minta air mentah ke rumah warga terdekat dengan ceret yang sudah menghitam dan bocor lalu merebusnya dengan kompor minyak yang sumbunya sudah tumpul sehingga kami kesulitan untuk menyalakan kompor itu. Tidak cukup sampai disitu saja, kami juga harus menyapu halaman sekolah, kantor guru dan ruang kelas kami. Setiap hari pula, kami rela berdesakdesakkan berebutan untuk mencium tangan pahlawan pahlawan kami. Menyambut mereka dengan salam , senyum, dan membawakan tas pahlawan kami ke kantor guru. Kami bangga punya guru guru hebat seperti mereka.
Laskar pelangi takkan terikat waktu jangan berhenti mewarnai jutaan mimpi di bumi. Jangan pernah remehkan “gedung mewah” itu dengan segala keterbatasan kami. Kami sering menjuarai kompetisi kompestisi di tingkat kecamatan , kabupaten, dan bahkan propinsi di masa itu dan mengalahkan sekolah sekolah yang mempunyai fasilitas yang jauh lebih baik. Dengan keterbatasan, kami bisa berkarya. Dengan keterbatasan, kami bisa berprestasi. Keterbatasn tidak akan pernah menjadi batasan untuk mewujudkan mimpi kami. Semua berawal dari “gedung mewah” itu… .
 Written by. Swaragama writing competition winer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar