Pengalaman kehilangan
laptop misalnya, dari situ saya belajar untuk tidak memaksakan suatu keinginan
untuk segera dipenuhi, karena ingin bukan berarti butuh. Padahal untuk beli laptop
saat itu bisa ditunda, toh masi belum terpakai banget. Dan kalau ditunda malah
bisa beli yang lebih bagus lagi, bulan oktober akan ada pameran komputer,
ditambah THR dari big boss sangat memungkinkan. Disisi lain saya juga
belajar untuk tidak teledor waktu membawa barang berharga di tempat umum, apa
lagi sampai meninggalkannya walau Cuma sebentar di tempat tertutup. Walaupun
tertutup, namanya juga tempat umum, ramai dan sangat gampang kalau ada orang
masuk tanpa ketahuan yang jaga. Akibatnya , Sampai di rumah baru sadar
laptop sudah berubah jadi buku kas tiga biji, mungkin maksudnya yang “ngambil”
saya disuruh rajin nulis kali, dari pada Cuma copy paste data trus ngga dibaca.
Memang tidak berbeda
jauh antara catatan di buku dengan catatan di sebuah file di komputer, bedanya
Cuma kastanya saja, menurut saya komputer bisa dikategorikan berkasta
lebih tinggi dari pada buku. Buku itu tebal, tidak praktis, sedangkan komputer
ada yang tipis canggih dan praktis. Dari pada pakai buku, mending saya pakai
komputer yang sesuai jaman. Padahal, catatan di buku bisa saja lebih bermanfaat
bagi pemakainya di masa depan dari pada file di komputer. Semisal catatan itu
sama- sama hilang, seseorang yang membuat catatan di buku akan lebih ingat apa
isi catatannya dari pada orang yang punya file catatan di komputer. Karena
dengan membuat catatan di buku, seseorang melewati empat tahap menghafal;
membaca atau mendengar dari sumber, mengingatnya, menulisnya, dan membaca lagi
saat sudah ditulis. Berbeda dengan file yang ada di komputer, untuk membuatnya
kita hanya cukup meng- copy dari sumber, lalu mem- paste ke komputer. Di baca
jika terpaksa saja saat diperlukan. Penilaian seperti itu sering sekali saya
temui, seseorang langsung bisa menilai orang lain yang baru dikenal hanya
dengan memperhatikan, atau mengajak berbicara selama beberapa jam. Padahal
tidak semua orang akan berbagi semuanya kepada orang yang baru mengajak
berbicara selama beberapa jam kan? Orang yang dia lihat hari ini bisa saja
sangat berbeda seminggu kemudian, sebulan kemudian, atau setahun kemudian.
Kalau setiap orang lansung ketauan aslinya, Nanti kalau tiba- tiba diculik
gimana??
Pelajaran selanjutnya,
lebih ke perkataan, bagaimana seseorang itu bisa dengan mudah mengatakan YA
saat dalam kondisi hati yang lagi seneng tanpa mikir dari kata YA tadi, (yang
diucapkan tanpa mikir panjang, yang diucapkan hanya karena pengaruh emosional)
itu ada akibatnya ngga buat orang lain, buat keadaan kedepan? Setelah semua
terlanjur menjadi YA, baru deh, sadar kalo ternyata banyak yang berubah akibat
dari kata yang Cuma dua huruf tadi. Maka dari itu, saya juga belajar buat tidak
terlalu cepat puas dengan ucapan seseorang, walaupun sangat meyakinkan,
walaupun ucapan itu ucapan yang paling saya ingin dengar, tapi bukan ucapan yang
saya butuhkan. Karena itu Cuma kepuasan yang sifatnya sesaat dan nantinya malah
menjatuhkan saya (atau malah sudah?).
Saat sadar, Kata YA
tadi dengan mudahnya bisa berganti jadi kata TIDAK, yang jumlah hurufnya lebih
banyak dan otomatis lebih panjang diucapkan, *dan lebih susah diterima, (agak
sedikit lebih mudah kalau diucapkan dari awal). Efeknya, banyak yang dirugikan,
saya, dia, mereka, rugi... walaupun ngga terlihat secara kasat mata. Hubugannya
agak ke pendirian, orang yang berpendirian pasti akan lebih tegas dalam
memutuskan sesuatu yang nantinya akan dia utarakan lewat ucapan. Tegas bukan
berarti keras dan cepat waktu bicara, tapi tegas dalam arti cepat mengambil
keputusan dengan memikirkan dulu apa yang mau dia ucapkan nantinya. Jangan
sampai orang yang ngga punya pendirian ini nantinya malah bikin sesuatu yang
harusnya susah di awal tapi lancar kedepannya, jadi lancar di awal tapi susah
buat kedepannya. Kalau yakin dengan kata YA, jangan pernah mikir untuk berkata
TIDAK. Kalau ngga yakin, lebih baik berkata TIDAK dari awal.
Lebih parah lagi jika
kata YA dan TIDAK tadi membaur jadi satu; MUNGKIN. Sangat rancu, serba
setengah- setengah. Orang yang mendapatkan kata MUNGKIN, akan diberi kesempatan
berharap, tapi juga harus selalu siap jatuh. Terkesan sangat tidak
berpendirian, main- main dan tidak mau dipersalahkan akan setiap kemungkinan
yang bakal terjadi esoknya. Saya pernah menjadi orang seperti itu, dan
mengalami menjadi orang yang mengucapkan kata seperti itu. Awalnya memang saya
anggap biasa dalam kehidupan sehari- hari, tapi ahirnya saya mengerti ada
sesuatu yang bisa dipelajari dari sini. Dari setiap kata yang saya, dia, dan
mereka ucapkan.
Jika kenyataan yang
agak pahit sudah terjadi, anggap kata MUNGKIN tidak terucap. *karena tidak mau
dianggap tak berpendirian*. Alternatifnya, perselisihan akibat YA dan TIDAK
tadi bisa diselesaikan dengan satu kata lain; MAAF. Masalahnya, mengucap kata
maaf sangat mudah semudah mengucap kata YA. Masalah kan? Dan kata MAAF
juga pastinya sulit diterima oleh si objeknya, sesulit menerima kata TIDAK
setelah si objek di buat melayang dengan kata YA tadi, (berati akan tambah
sulit keadaannya bagi si objek; dibuat melayang dengan kata YA, dijatuhkan
dengan kata TIDAK, lalu di tinggal begitu saja hanya dengan diberi modal kata
MAAF). Kira- kira apa yang ada di pikirannya waktu itu? Kurang lebih ya
sedikit mengumpat, tapi juga tidak bisa menyalahkan orang lain karena dia juga
yang memberi kesempatan utuk membiarkan si subyek menjawab YA. Dan ahirnya
kesalahan akan dilimpahkan pada diri sendiri, si subyek. Positifnya, ini bisa
dijadikan pembelajaran untuk modal di masa yang akan datang. Negatifnya, Tidak
semua orang bisa memaafkan dengan mudah, sekalipun sudah memaafkan, untuk
beberapa orang termasuk saya tetap butuh waktu atau cara yang tidak sama di
setiap individunya ntuk bisa menerima. Karena saya juga manusia biasa yang
‘tidak sabar’, kesabaran yang ada batasnya berarti tidak sabar kan? Manusiawi
kok kalau menurut saya. Kan saya juga manusia :-).
Dalam hal ini saya
adalah subyek, karena memang tulisan ini berisi tentang pelajaran yang saya
dapat selama bulan september ini. Sempat saya merasa marah saat mendapat
kesempatan menjadi orang yang sempat dibuat bingung, dan menurut saya sangat
wajar bagi seorang seperti saya ini. Sempat juga saya menulis beberapa umpatan
di situs jejaring sosial, tapi sama sekali tidak mengurangi amarah, yang ada
malah diejek dan dicemooh balik oleh rekan- rekan yang membaca, akibatnya malah
menambah amarah lain. Secara kebetulan saya membaca tulisan Andy F. Noya yang intinya
himbauan agar saya belajar untuk tidak menulis perasaan saya ketika saya sedang
marah. Apa lagi ditempat yang bisa dilihat oleh orang banyak. Memang benar,
sangat kekanak- kanakan diusia yang seharusnya sudah bisa memilih mana yang
bisa dibagikan dan mana yang tidak.
Selanjutnya tentang
sebuah prioritas. Saya juga belajar tentang pentingnya menempatkan skala
prioritas terhadap suatu hal yang kita kerjakan, baik itu pekerjaan yang berupa
tugas dalam kegiatan formal, maupun yang bukan (rutinitas). Memang ada yang
bilang “sambil menyelam minum air” atau “sekali merengkuh dayung, dua tiga
pulau terlampaui”. Yang intinya lebih dari satu kegiatan bisa dikerjakan
bersama sama, tapi tidak semua tentunya. Untuk beberapa hal, ada pekerjaan yang
bisa kita mulai setelah pekarjaan lain selesai dikerjakan, jika kita memaksakan
untuk mengerjakan keduanya sekaligus, salah satunya pasti akan dikorbankan .
entah itu pekerjaan awal maupun yang ahir. Biasanya sih yang ahir, karena pada
umumnya pekerjaan lanjutan selalu berpatokan pada pekerjaan sebelumnya. Dan
saat pekerjaan sebelumnya tidak bisa disandingkan dengan (yang seharusnya jadi)
pekerjaan lanjutan, biasanya pekerjaan lanjutan yang akan dibuang, diganti
dengan lanjutan pekerjaan awal. Jadi, jika saya ingin mengerjakan suatu
pekerjaan baru, lebih baik saya selesaikan dulu pekerjaan sebelumnya, agar
saling berkelanjutan dan tidak ada yang dikorbankan. Karena yang namanya
mengorbankan sesuatu itu artinya kita kehilangan sesuatu.
Dalam menentukan suatu
hal yang akan saya kerjakan, saya juga sering meminta pendapat kepada keluarga
dan sahabat. Karena walau bagaimanapun mereka tau kelemahan saya yang tidak
saya akui secara pribadi, dari situ lah mereka tau apa yang agaknya terbaik
yang harus saya lakukan. Sering mereka menasehati, memberi tahu kenyataan, dan
bahkan melarang. Hanya saja, namanya manusia, kadang dipengaruhi ego juga yang
membuat peringatan dari orang- orang terdekat masuk telinga kanan keluar
telinga kiri, dan baru terpikir saat tau ucapan mereka benar. Akhirnya yang
bisa saya lakukan ya Cuma jongkok dipojok kamar sambil coret- coret lantai
karena nyesel kaya di film- film kartun. Pastinya lain kali saya harus
mempertimbangkan kata- kata orang terdekat saya. Biar ngga ada barang hilang
lagi, tapi walaupun hilang, saya percaya pasti ada gantinya, entah barang yang
sama dari orang lain, atau malah barang yang sama yang hilang dulu trus ketemu?
Kayak leptop ini nih, walaupun yang kmaren ilang, tapi dipinjemin ama keponakan
buat modal ngetik lagi. Jadi ada barang penggantinya deh..hehehe..
September ini
istimewa, ada seneng, ada sedih dan pastinya banyak pelajaran yang saya dapat
di bulan kelahiran saya ini. Baik pelajaran dari berbagai ensiklopedia tentang
pengetahuan umum yang ngga perlu saya ceritain, *umum banget soalnya. Serta
pelajaran tentang kecerdasan emosional yang sangat berguna buat mengimbangi
kecerdasan otak. Masih banyak sebenernya yang saya ingin ungkapkan, tapi tidak
semua bisa saya bagikan. Ada yang hanya saya bagikan ke orang- orang terdekat
saya, ada juga yang merupakan bahan renungan untuk saya sendiri. Di usia saya
yang baru ini saya benar- benar mendapat sebuah kado yang sangat berarti. Bukan
berupa benda, tapi sebuah catatan yang saya buat kemarin untuk dijadikan
kerangka berpikir dalam menjalani hidup hari ini agar lebih baik, dan saya
harap bisa diteruskan menjadi modal untuk merajut masa depan.
Dan terahir, saya belajar nulis! Hahaha.. dua jam jadi tiga
halaman, walau acakadut, tapi ngga papa, namanya juga belajar. Kalo ngga nyoba
kan ngga tau.hehehe...dan ahirnya, Have a nice day all.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar