Senin, 11 Februari 2013

September, Bayak Kado Buatku

          Kata dosenku, belajar itu ngga harus dari buku, dari dosen, guru, ataupun dari internet. Belajar bisa dari mana aja, dari pengalaman, dari lingkungan sekitar, atau dari mana aja. Media belajar sangat tidak terbatas. Bulan ini bulan kelahiran saya, dan saya baru sadar satu hal; saya baru dikasih pelajaran di bulan ini, banyak banget dan mencakup semua aspek. Hanya saja pelajaran yang saya tulis disini hanya mencakup aspek kecerdasan emosional saya saja. Pelajaran itu saya dapat tidak dari tulisan saja. Ada yang dari tulisan, tapi lebih sedikit dari apa yang saya dapat dari pengalaman.

        Pengalaman kehilangan laptop misalnya, dari situ saya belajar untuk tidak memaksakan suatu keinginan untuk segera dipenuhi, karena ingin bukan berarti butuh. Padahal untuk beli laptop saat itu bisa ditunda, toh masi belum terpakai banget. Dan kalau ditunda malah bisa beli yang lebih bagus lagi, bulan oktober akan ada pameran komputer, ditambah  THR dari big boss sangat memungkinkan. Disisi lain saya juga belajar untuk tidak teledor waktu membawa barang berharga di tempat umum, apa lagi sampai meninggalkannya walau Cuma sebentar di tempat tertutup. Walaupun tertutup, namanya juga tempat umum, ramai dan sangat gampang kalau ada orang masuk tanpa ketahuan yang  jaga. Akibatnya , Sampai di rumah baru sadar laptop sudah berubah jadi buku kas tiga biji, mungkin maksudnya yang “ngambil” saya disuruh rajin nulis kali, dari pada Cuma copy paste data trus ngga dibaca.

          Memang tidak berbeda jauh antara catatan di buku dengan catatan di sebuah file di komputer, bedanya Cuma kastanya saja, menurut saya komputer  bisa dikategorikan berkasta lebih tinggi dari pada buku. Buku itu tebal, tidak praktis, sedangkan komputer ada yang tipis canggih dan praktis. Dari pada pakai buku, mending saya pakai komputer yang sesuai jaman. Padahal, catatan di buku bisa saja lebih bermanfaat bagi pemakainya di masa depan dari pada file di komputer. Semisal catatan itu sama- sama hilang, seseorang yang membuat catatan di buku akan lebih ingat apa isi catatannya dari pada orang yang punya file catatan di komputer. Karena dengan membuat catatan di buku, seseorang melewati  empat tahap menghafal; membaca atau mendengar dari sumber, mengingatnya, menulisnya, dan membaca lagi saat sudah ditulis. Berbeda dengan file yang ada di komputer, untuk membuatnya kita hanya cukup meng- copy dari sumber, lalu mem- paste ke komputer. Di baca jika terpaksa saja saat diperlukan. Penilaian seperti itu sering sekali saya temui, seseorang langsung bisa menilai orang lain yang baru dikenal hanya dengan memperhatikan, atau mengajak berbicara selama beberapa jam. Padahal tidak semua orang akan berbagi semuanya kepada orang yang baru mengajak berbicara selama beberapa jam kan? Orang yang dia lihat hari ini bisa saja sangat berbeda seminggu kemudian, sebulan kemudian, atau setahun kemudian. Kalau setiap orang lansung ketauan aslinya, Nanti kalau tiba- tiba diculik gimana??

        Pelajaran selanjutnya, lebih ke perkataan, bagaimana seseorang itu bisa dengan mudah mengatakan YA saat dalam kondisi hati yang lagi seneng tanpa mikir dari kata YA tadi, (yang diucapkan tanpa mikir panjang, yang diucapkan hanya karena pengaruh emosional) itu ada akibatnya ngga buat orang lain, buat keadaan kedepan? Setelah semua terlanjur menjadi YA, baru deh, sadar kalo ternyata banyak yang berubah akibat dari kata yang Cuma dua huruf tadi. Maka dari itu, saya juga belajar buat tidak terlalu cepat puas dengan ucapan seseorang, walaupun sangat meyakinkan, walaupun ucapan itu ucapan yang paling saya ingin dengar, tapi bukan ucapan yang saya butuhkan. Karena itu Cuma kepuasan yang sifatnya sesaat dan nantinya malah menjatuhkan saya (atau malah sudah?).

         Saat sadar, Kata YA tadi dengan mudahnya bisa berganti jadi kata TIDAK, yang jumlah hurufnya lebih banyak dan otomatis lebih panjang diucapkan, *dan lebih susah diterima, (agak sedikit lebih mudah kalau diucapkan dari awal). Efeknya, banyak yang dirugikan, saya, dia, mereka, rugi... walaupun ngga terlihat secara kasat mata. Hubugannya agak ke pendirian, orang yang berpendirian pasti akan lebih tegas dalam memutuskan sesuatu yang nantinya akan dia utarakan lewat ucapan. Tegas bukan berarti keras dan cepat waktu bicara, tapi tegas dalam arti cepat mengambil keputusan dengan memikirkan dulu apa yang mau dia ucapkan nantinya. Jangan sampai orang yang ngga punya pendirian ini nantinya malah bikin sesuatu yang harusnya susah di awal tapi lancar kedepannya, jadi lancar di awal tapi susah buat kedepannya. Kalau yakin dengan kata YA, jangan pernah mikir untuk berkata TIDAK. Kalau ngga yakin, lebih baik berkata TIDAK dari awal.

           Lebih parah lagi jika kata YA dan TIDAK tadi membaur jadi satu; MUNGKIN. Sangat rancu, serba setengah- setengah. Orang yang mendapatkan kata MUNGKIN, akan diberi kesempatan berharap, tapi juga harus selalu siap jatuh. Terkesan sangat tidak berpendirian, main- main dan tidak mau dipersalahkan akan setiap kemungkinan yang bakal terjadi esoknya. Saya pernah menjadi orang seperti itu, dan mengalami menjadi orang yang mengucapkan kata seperti itu. Awalnya memang saya anggap biasa dalam kehidupan sehari- hari, tapi ahirnya saya mengerti ada sesuatu yang bisa dipelajari dari sini. Dari setiap kata yang saya, dia, dan mereka ucapkan.

           Jika kenyataan yang agak pahit sudah terjadi, anggap kata MUNGKIN tidak terucap. *karena tidak mau dianggap tak berpendirian*. Alternatifnya, perselisihan akibat YA dan TIDAK tadi bisa diselesaikan dengan satu kata lain; MAAF. Masalahnya, mengucap kata maaf sangat mudah semudah mengucap kata YA. Masalah kan? Dan  kata MAAF juga pastinya sulit diterima oleh si objeknya, sesulit menerima kata TIDAK setelah si objek di buat melayang dengan kata YA tadi, (berati akan tambah sulit keadaannya bagi si objek; dibuat melayang dengan kata YA, dijatuhkan dengan kata TIDAK, lalu di tinggal begitu saja hanya dengan diberi modal kata MAAF). Kira- kira  apa yang ada di pikirannya waktu itu? Kurang lebih ya sedikit mengumpat, tapi juga tidak bisa menyalahkan orang lain karena dia juga yang memberi kesempatan utuk membiarkan si subyek menjawab YA. Dan ahirnya kesalahan akan dilimpahkan pada diri sendiri, si subyek. Positifnya, ini bisa dijadikan pembelajaran untuk modal di masa yang akan datang. Negatifnya, Tidak semua orang bisa memaafkan dengan mudah, sekalipun sudah memaafkan, untuk beberapa orang termasuk saya tetap butuh waktu atau cara yang tidak sama di setiap individunya ntuk bisa menerima. Karena saya juga manusia biasa yang ‘tidak sabar’, kesabaran yang ada batasnya berarti tidak sabar kan? Manusiawi kok kalau menurut saya. Kan saya juga manusia :-).

          Dalam hal ini saya adalah subyek, karena memang tulisan ini berisi tentang pelajaran yang saya dapat selama bulan september ini. Sempat saya merasa marah saat mendapat kesempatan menjadi orang yang sempat dibuat bingung, dan menurut saya sangat wajar bagi seorang seperti saya ini. Sempat juga saya menulis beberapa umpatan di situs jejaring sosial, tapi sama sekali tidak mengurangi amarah, yang ada malah diejek dan dicemooh balik oleh rekan- rekan yang membaca, akibatnya malah menambah amarah lain. Secara kebetulan saya membaca tulisan Andy F. Noya yang intinya himbauan agar saya belajar untuk tidak menulis perasaan saya ketika saya sedang marah. Apa lagi ditempat yang bisa dilihat oleh orang banyak. Memang benar, sangat kekanak- kanakan diusia yang seharusnya sudah bisa memilih mana yang bisa dibagikan dan mana yang tidak.

          Selanjutnya tentang sebuah prioritas. Saya juga belajar tentang pentingnya menempatkan skala prioritas terhadap suatu hal yang kita kerjakan, baik itu pekerjaan yang berupa tugas dalam kegiatan formal, maupun yang bukan (rutinitas). Memang ada yang bilang “sambil menyelam minum air” atau “sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui”. Yang intinya lebih dari satu kegiatan bisa dikerjakan bersama sama, tapi tidak semua tentunya. Untuk beberapa hal, ada pekerjaan yang bisa kita mulai setelah pekarjaan lain selesai dikerjakan, jika kita memaksakan untuk mengerjakan keduanya sekaligus, salah satunya pasti akan dikorbankan . entah itu pekerjaan awal maupun yang ahir. Biasanya sih yang ahir, karena pada umumnya pekerjaan lanjutan selalu berpatokan pada pekerjaan sebelumnya. Dan saat pekerjaan sebelumnya tidak bisa disandingkan dengan (yang seharusnya jadi) pekerjaan lanjutan, biasanya pekerjaan lanjutan yang akan dibuang, diganti dengan lanjutan pekerjaan awal. Jadi,  jika saya ingin mengerjakan suatu pekerjaan baru, lebih baik saya selesaikan dulu pekerjaan sebelumnya, agar saling berkelanjutan dan tidak ada yang dikorbankan. Karena yang namanya mengorbankan sesuatu itu artinya kita kehilangan sesuatu.

             Dalam menentukan suatu hal yang akan saya kerjakan, saya juga sering meminta pendapat kepada keluarga dan sahabat. Karena walau bagaimanapun mereka tau kelemahan saya yang tidak saya akui secara pribadi, dari situ lah mereka tau apa yang agaknya terbaik yang harus saya lakukan. Sering mereka menasehati, memberi tahu kenyataan, dan bahkan melarang. Hanya saja, namanya manusia, kadang dipengaruhi ego juga yang membuat peringatan dari orang- orang terdekat masuk telinga kanan keluar telinga kiri, dan baru terpikir saat tau ucapan mereka benar. Akhirnya yang bisa saya lakukan ya Cuma jongkok dipojok kamar sambil coret- coret lantai karena nyesel kaya di film- film kartun. Pastinya lain kali saya harus mempertimbangkan kata- kata orang terdekat saya. Biar ngga ada barang hilang lagi, tapi walaupun hilang, saya percaya pasti ada gantinya, entah barang yang sama dari orang lain, atau malah barang yang sama yang hilang dulu trus ketemu? Kayak leptop ini nih, walaupun yang kmaren ilang, tapi dipinjemin ama keponakan buat modal ngetik lagi. Jadi ada barang penggantinya deh..hehehe..

             September ini istimewa, ada seneng, ada sedih dan pastinya banyak pelajaran yang saya dapat di bulan kelahiran saya ini. Baik pelajaran dari berbagai ensiklopedia tentang pengetahuan umum yang ngga perlu saya ceritain, *umum banget soalnya. Serta pelajaran tentang kecerdasan emosional yang sangat berguna buat mengimbangi kecerdasan otak. Masih banyak sebenernya yang saya ingin ungkapkan, tapi tidak semua bisa saya bagikan. Ada yang hanya saya bagikan ke orang- orang terdekat saya, ada juga yang merupakan bahan renungan untuk saya sendiri. Di usia saya yang baru ini saya benar- benar mendapat sebuah kado yang sangat berarti. Bukan berupa benda, tapi sebuah catatan yang saya buat kemarin untuk dijadikan kerangka berpikir dalam menjalani hidup hari ini agar lebih baik, dan saya harap bisa diteruskan menjadi modal untuk merajut masa depan.

         Dan terahir, saya belajar nulis! Hahaha.. dua jam jadi tiga halaman, walau acakadut, tapi ngga papa, namanya juga belajar. Kalo ngga nyoba kan ngga tau.hehehe...dan ahirnya, Have a nice day all.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar