
Kecelakaan pesawat
terbang, selalu mengundang berbagai tanggapan, ulasan, ataupun analisa dari
berbagai kalangan. Kejadian luar biasa ini selalu dimanfaatkan oleh
berbagai media massa khususnya televisi untuk menayangkan acara yang secara
khusus membahas kecelakaan, dengan menghadirkan para nara sumber
/pengamat penerbangan. Inilah salah satu sisi buruk dari suatu informasi
yang sudah menjadi komoditi masyarakat, sehingga sering informasi hanya
dipandang dari sisi “laku jual”. Kecenderungan dari pandangaan tersebut
menjadikan informasi tidak dinilai secara kualitas, namun hanya dilihat dari
sejauh mana suatu informasi bisa memberikan dampak sensasi bagi masyarakat yang
pada ujung-ujungnya akan meningkatkan rating penonton.
Black Box (VCR dan FDR). Menganalisa kecelakaan pesawat terbang mempunyai kesulitan
tinggi karena minimnya saksi, yang sangat berbeda dengan menganalisa kecelakaan
transportasi darat yang biasanya disaksikan banyak orang. Salah satu
contoh peristiwa jatuhnya SSJ 100 (Sukhoi Super Jet 100) di Gunung Salah yang
sunyi sepi dan seluruh penumpang dan awaknya meninggal dunia, sehingga tidak
ada saksi hidup yang bisa menjelaskan proses terjadinya kecelakaan. Dengan
demikian pola sebaran serpihan pesawat, pola kerusakan bagian-bagian pesawat,
posisi alat kendali, bekas tumbukan pesawat di tanah bisa digunakan sebagai
petunjuk investigasi. Pola sebaran serpihan pesawat bisa memberikan petunjuk
apakah pesawat meledak di suatu ketinggian atau jatuh baru meledak. Sudu-sudu
kompresor yang terdeformasi cenderung melengkung ke depan berarti saat
kecelakaan kondisi mesin hidup, dan sbaliknya jika melengkung ke belakang
berarti saat terjadi kecelakaan mesin pesawat dalam keadaan mati. Demikian juga
posisi alat-alat kendali seperti tuas mesin, alat pendarat, flap bisa juga
sebagai petunjuk investigasi. Namun ada bagian pesawat yang merupakan
saksi super penting yaitu black box. Black box terdiri dari dua komponen yaitu
Voice Cockpit Recorder (CVR) dan Flight Data Recorder (FDR). Voice Cockpit
Recorder memuat dokumen pembicaraan antar crew dalam cockpit dan komunikasi
antara pilot dengan ATC, sedangkan FDR memuat dokumen tentang data-data
penerbangan (misalnya kecepatan, ketinggian, posisi pesawat, dan sebagainya).
Hasil pengolahan data-data tersebut akhirnya bisa diambil sebuah kesimpulan
tentang penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang.
Heboh Analisa Pengamat Terhadap Kecelakaan Pesawat MA-60. Ambil sebuah contoh tentang kecelakaan
pesawat terbang MA-60 buatan Xian Aircraft nomor penerbangan MZ 8968
milik MNA di Kaimana Papua setahun lalu. Kecelakaan tersebut begitu heboh
diulas oleh para pengamat baik yang memang berbasis kompetensi
penerbangan ataupun pengamat “instant” yang sekedar ikut nimbrung. Kejadian ini
menjadi menarik karena kebetulan pesawat yang jatuh merupakan produk China,
dioperasika oleh maskapai milik BUMN, belum tersertifikasi Federation
Aviation Administration (FAA), dan proses pengadaannyapun dikatakan berbau
kontroversi. Para nara sumber/pengamat beramai-ramai menyampaikan ulasan di
media massa dengan parameter-parameter yang serba minim. Sebagian besar para
nara sumber saat itu menduga kuat bahwa kecelakaan disebabkan karena faktor
pesawat, antara lain kesalahan dalam design ataupun mengalami kegagalan
sistem/strukturnya. Dalam sebuah gurauan dikatakan bahwa pesawat MA-60 buatan
China ini ibarat “Mochin” yang kualitasnya kurang memadai. Dalam acara
“talk show” di salah satu TV seorang mantan pilot menyampaikan bahwa pesawat
MA-60 saat melakukan “landing approach” tiba-tiba jatuh dengan posisi vertikal,
sehingga dengan penuh keyakinan dikatakan bahwa pesawat tersebut bermasalah
dalam stabilitas terbangnya. Bahkan beberapa anggota DPR juga ikut nimbrung
memberikan ulasan dan merekomendasikan agar semua pesawat MA-60 di “grounded”,
alias tidak boleh terbang sampai dengan diketemukannya penyebab kecelakaan.
Kalau dengan kejadian ini seorang anggota DPR mempertanyakan aspek cara
pengadaannya, maka wajar karena DPR mempunyai hak budgeting. Tetapi kalau soal
“grounded” pesawat terbang, mestinya sudah bukan wilayah DPR lagi.
Hasil Investigasi KNKT. Beberapa minggu yang lalu KNKT telah mengeluarkan secara resmi
hasil investigasi kecelakaan pesawat MA-60 di Pulau Kaimana Papua yang terjadi
setahun lalu. Tidak ada satupun pendapat, ulasan, ataupun analisa dari
para nara sumber/pengamat yang cocok dengan hasil investigasi KNKT ini.
Dengan meyakini bahwa hasil investigasi KNKT diperoleh dari pengolahan berbagai
data termasuk data yang tersimpan dalam black box, maka tidak satupun data yang
mengarah bahwa pesawat sebagai penyebabnya. Rekaman dalam VCR tidak
terdengar adanya kegaduhan dalam cockpit sesaat sebelum kecelakaan. Hal ini
membuktikan bahwa kecelakaan terjadi secara mendadak dan tanpa disadari oleh
pilot/copilot, yang berarti pula kecelakaan tidak disebabkan oleh kegagalan
struktur ataupun sistem. Selanjutnya KNKT menyimpulkan bahwa kecelakaan
disebabkan karena “human error”, yaitu pilot memaksakan pendaratan secara
visual dalam kondisi yang tidak memenuhi syarat. Persyaratan pendaratan visual
antara lain harus mempunyai jarak pandang minimal 5 km dan ketinggian dasar
awan minimal 1500 kaki. Pada saat itu bandara dalam keadaan cuaca buruk
dengan jarak pandang hanya 2 km dan ketinggian dasar awan 1400 ft, sedangkan
landasan tidak tersedia alat bantu untuk pendaratan secara instrumen. Kecelakaan
pesawat terbang selalu dihubungkan dengan tiga faktor penyebab, yaitu faktor
manusia (human), faktor pesawat terbang (machine), dan faktor media (cuaca, fasilitas bandara, dll).
Menurut statistik “human error”
andilnya paling
besar yaitu 66%; faktor pesawat terbang 31.8% dan cuaca 13.2%. Ketiga
faktor penyebab tersebut biasanya
tidak berdiri sendiri, melainkan bisa merupakan gabungan dari dua atau tiga
faktor sekaligus.Berdasarkan pertimbangan
tersebut berarti kecelakaan MA-60 di Kaimana diawali oleh faktor cuaca dan
fasilitas bandara Utarom yang tidak memenuhi syarat untuk pendaratan dengan
instrumen, yang akhirnya memicu terjadinya “pilot error”. Dalam hal ini
pilot memaksakan pendaratan secara visual pada kondisi cuaca yang tidak
memenuhi syarat. Seharusnya yang dilakukan pilot adalah membatalkan
pendaratan dan melakukan “go around”.
Bagaimana Mensikapi Setiap Kejadian Kecelakaan Pesawat.
Perbedaan tajam antara perkiraan penyebab kecelakaan hasil analisa para nara
sumber/pengamat dengan hasil akhir investigasi oleh KNKT, hendaknya menjadi
pembelajaran untuk lebih bijak dalam mensikapi terjadinya kecelakaan pesawat
terbang. Ketidak profesionalan para narasumber/pengamat dalam memberikan
ulasan/analisa kecelakaan pesawat terbang akan banyak berdampak negatif. Ulasan
yang mengarah kepada kesalahan design ataupun kegagalan struktur/sistem
pesawat, telah membuat para pengguna jasa transportasi udara menjadi takut
menggunakan pesawat terbang khususnya pesawat yang diisukan tidak layak
terbang. Kondisi ini telah menyebabkan kerugian besar baik secara finansial
maupun “image” bagi maskapai penerbangan selaku operator pesawat yang mengalami
kecelakaan termasuk pabrik pembuat pesawat tersebut. Sekali lagi bahwa saksi
yang sangat minim pada setiap kecelakaan pesawat terbang, membuat
parameter-parameter sebagai pendukung dalam mencari penyebab terjadinya
kecelakaan juga sangat terbatas. Asumsi-asumsi yang dibangun dengan
menghubungkan antar parameter saat sebelum terjadinya kecelakaan seperti cuaca,
jejak pesawat, komunikasi dengan ATC, riwayat pesawat terbang dan
parameter-parameter yang lain sangatlah tidak cukup untuk membuat kesimpulan
besar. Oleh karena itu para nara sumber/pengamat harus bisa mengeluarkan
pernyataan secara bijak dalam mengulas kecelakaan pesawat terbang. Ulasan
yang bersifat normatif, general, namun akademis, mungkin malahan akan
bermanfaat bagi pembelajaran publik khususnya tentang wawasan ilmu penerbangan.
Tetapi jika ulasannya cenderung tendensius, dampak negatifnya akan lebih besar
dan cenderung membingungkan serta membodohi masyarakat. Kecelakaan SSJ
100 di Gunung Salak Bogor baru saja reda dari berbagai ulasan/analisa dari para
nara sumber/pengamat. Kita menunggu sampai dimana tingkat akurasi dari ulasan
yang disampaikan, dibandingkan dengan hasil investigasi KNKT yang semoga bisa
diumumkan secara transparan kepada publik. Sebaiknya memang kita harus menunggu
hasil investigasi KNKT. Hanya sayang sampai artikel ini ditulis, FDR
sebagai salah satu saksi kunci untuk membuka misteri penyebab kecelakaan
pesawat tersebut belum ditemukan.
Ditulis oleh Suyitmadi Pujosukarto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar