Senja…
Ada yang aku suka dari senja. Bagi
sebagian orang, senja di analogikan sebagai momen perenungan. Ya, merenung. Saat
senja datang, itu artinya ada hari yang telah mencapai penghujungnya, apa yang
terjadi jika di pengujung hari kau tidak menyadari apa saja yang telah kau
dapat, kau hilangkan? Yang terjadi adalah mungkin kau akan menjadi robot, yang tidak
punya tujuan. Selalu mengerjakan hal yang sama setiap hari, tanpa peningkatan,
dan malah mengalami penurunan seiring usia komponenmu yang semakin berumur,
semakin berkarat.
Itulah kenapa aku suka senja. Pada
senja, aku bertumpu akan semua hal yang bisa kujadikan introspeksi diri. Tentang
pelajaran apa saja yang kudapat seharian tadi. Tentang apa saja yang barusan
kuhilangkan. Tentang sebuah motivasi diri yang mendorongku untuk berusaha
mendapatkan yang lebih baik dari hari ini. Untuk berusaha menemukan kembali apa
yang telah hilang hari ini. Di esok hari, dengan ditemani gelap malam yang
tenang dalam persiapanku mengahdapi hari esok. Dan semua ini kupandang indah. Seindah
pancaran warna kuning keemasan di
cakrawala seiring pamitnya matahari kepada putihnya awan. Meninggalkannya sejenak
untuk beristirahat, bersiap, dan menyapanya kembali dengan pancaran sinar
berwarna kuning keemasan yang sama esok hari. Mereka saling menjaga, saling
menepati janji untuk kembali, dan bersama mengawali hari.
Siluet.
Saat matahari beringsut menghilang
dari dekapan cakrawala, aku selalu memandangi siluet benda-benda disekitarku. Dan
ini menjadi salah satu favoritku juga. Karena menyenangkan mungkin saat kita bisa
terlihat seperti siluet itu. Hanya hitam yang terlihat, apapun ekspresi wajah
kita, apapun bentuk kita, apapun yang kita pikirkan, apapun yang kita lakukan. Hanya
hitam, ya, hanya hitam dan hanya kita yang tahu. Sebuah kebebasan emosional
menurutku. Dimana aku bebas memandang dunia dari sini, dibalik lindungan sisi
gelapku. Dan aku bebas berekspresi didalam gelapku. Tanpa harus memikirkan apa
kata orang. Tentang mereka yang menilaiku hanya dari apa yang mereka lihat saat
terang memperlihatkan bentuk dan perilakuku. Karena beberapa dari mereka selalu
mencemooh apa yang terlihat jelas. Ya, hanya yang terlihat jelas didepan mata
mereka. Dan dalam waktu sepersekian ukuran waktu mereka akan menilainya, bahkan
mencemoohnya. Wajar. Mereka hanya melihat. Mereka tidak memperhatikan.
Bersembunyi dibalik siluet,
membuatku merasa lebih bebas. Merasa bebas melakukan apapun, berpikir dan
belajar dari sudut manapun yang aku suka. Tanpa harus memikirkan apa kata orang
disekitarku. Karena yang mereka lihat hanya siluet berwarna hitam. Hidup tanpa
cemoohan orang akan membuatku selalu berprasangka baik pada orang lain. Membuatku
tidak memiliki musuh. Dan dari sini aku bisa mendapat sahabat sejati. Dari mereka
yang melihat bentukku, atau gerakanku dalam gelap yang membuat mereka
penasaran. Hal itu membuat mereka akan lebih detail memperhatikanku, lebih
membuka dan menajamkan penglihatan mereka agar mereka tahu bentuk seperti apa
sebenarnya dibalik siluet hitamku. Dan mereka akan menilaiku karena mereka memperhatikan
dalam waktu lama, tidak hanya sekedar melihat dalam waktu sekejap. Sebuah kritik
positif lah yang nantinya akan lahir.
Itulah mengapa aku suka siluet
dan senja. Dan satu lagi, baik siluet maupun senja, mereka saling melengkapi. Siluet akan lebih indah dan berwarna, bermakna saat senja. Sedangkan senja tanpa siluet akan terasa kurang lengkap. Menurutmu, mana yang lebih indah? Siluet atau senja, kekasih?