Selasa, 29 Juli 2014

Aku Juga Pecinta Senja, dan Siluet.

Senja…

Ada yang aku suka dari senja. Bagi sebagian orang, senja di analogikan sebagai momen perenungan. Ya, merenung. Saat senja datang, itu artinya ada hari yang telah mencapai penghujungnya, apa yang terjadi jika di pengujung hari kau tidak menyadari apa saja yang telah kau dapat, kau hilangkan? Yang terjadi adalah mungkin kau akan menjadi robot, yang tidak punya tujuan. Selalu mengerjakan hal yang sama setiap hari, tanpa peningkatan, dan malah mengalami penurunan seiring usia komponenmu yang semakin berumur, semakin berkarat.

Itulah kenapa aku suka senja. Pada senja, aku bertumpu akan semua hal yang bisa kujadikan introspeksi diri. Tentang pelajaran apa saja yang kudapat seharian tadi. Tentang apa saja yang barusan kuhilangkan. Tentang sebuah motivasi diri yang mendorongku untuk berusaha mendapatkan yang lebih baik dari hari ini. Untuk berusaha menemukan kembali apa yang telah hilang hari ini. Di esok hari, dengan ditemani gelap malam yang tenang dalam persiapanku mengahdapi hari esok. Dan semua ini kupandang indah. Seindah pancaran warna kuning keemasan  di cakrawala seiring pamitnya matahari kepada putihnya awan. Meninggalkannya sejenak untuk beristirahat, bersiap, dan menyapanya kembali dengan pancaran sinar berwarna kuning keemasan yang sama esok hari. Mereka saling menjaga, saling menepati janji untuk kembali, dan bersama mengawali hari.

Siluet.

Saat matahari beringsut menghilang dari dekapan cakrawala, aku selalu memandangi siluet benda-benda disekitarku. Dan ini menjadi salah satu favoritku juga. Karena menyenangkan mungkin saat kita bisa terlihat seperti siluet itu. Hanya hitam yang terlihat, apapun ekspresi wajah kita, apapun bentuk kita, apapun yang kita pikirkan, apapun yang kita lakukan. Hanya hitam, ya, hanya hitam dan hanya kita yang tahu. Sebuah kebebasan emosional menurutku. Dimana aku bebas memandang dunia dari sini, dibalik lindungan sisi gelapku. Dan aku bebas berekspresi didalam gelapku. Tanpa harus memikirkan apa kata orang. Tentang mereka yang menilaiku hanya dari apa yang mereka lihat saat terang memperlihatkan bentuk dan perilakuku. Karena beberapa dari mereka selalu mencemooh apa yang terlihat jelas. Ya, hanya yang terlihat jelas didepan mata mereka. Dan dalam waktu sepersekian ukuran waktu mereka akan menilainya, bahkan mencemoohnya. Wajar. Mereka hanya melihat. Mereka tidak memperhatikan.

Bersembunyi dibalik siluet, membuatku merasa lebih bebas. Merasa bebas melakukan apapun, berpikir dan belajar dari sudut manapun yang aku suka. Tanpa harus memikirkan apa kata orang disekitarku. Karena yang mereka lihat hanya siluet berwarna hitam. Hidup tanpa cemoohan orang akan membuatku selalu berprasangka baik pada orang lain. Membuatku tidak memiliki musuh. Dan dari sini aku bisa mendapat sahabat sejati. Dari mereka yang melihat bentukku, atau gerakanku dalam gelap yang membuat mereka penasaran. Hal itu membuat mereka akan lebih detail memperhatikanku, lebih membuka dan menajamkan penglihatan mereka agar mereka tahu bentuk seperti apa sebenarnya dibalik siluet hitamku. Dan mereka akan menilaiku karena mereka memperhatikan dalam waktu lama, tidak hanya sekedar melihat dalam waktu sekejap. Sebuah kritik positif lah yang nantinya akan lahir.

Itulah mengapa aku suka siluet dan senja. Dan satu lagi, baik siluet maupun senja, mereka saling melengkapi. Siluet akan lebih indah dan berwarna, bermakna saat senja. Sedangkan senja tanpa siluet akan terasa kurang lengkap. Menurutmu, mana yang lebih indah? Siluet atau senja, kekasih?